Senin, 21 Maret 2011

Kemiskinan yang bukan miskin


Kemiskinan yang bukan miskin
 
Dengan total dana Rp 51 triliun pada 2007,akan tercipta 12,5 juta lapangan kerja sehingga jumlah penduduk miskin pada 2009 akan berkurang 8,2 persen. Ini berarti pemahaman pemerintah terhadap kemiskinan dan strategi pengentasannya belum berubah, pemerintah masih melihat kemiskinan sebatas defisit,bahwa orang miskin tidak memiliki pendapatan yang cukup, perumahan yang layak atau air bersih, pandangan ini mendorong perencanaan pengadaan materi yang tidak ada. Asumsi tidak tertulis adalah bila materi yang tidak ada ini telah ada,orang miskin dianggap tidak lagi miskin.

Pandangan semacam ini tidak salah. Orang miskin membutuhkan materi itu, tetapi pandangan semacam ini tidak menyentuh inti persoalan dan justru melahirkan persoalan baru yaitu, mendorong pemerintah memosisikan diri sebagai sinterklas, orang miskin dilihat sebagai penerima pasif dan sebagai manusia yang tidak utuh.

Kalaupun pemerintah hanya memberi fokus pada kemiskinan materi melalui melalui sisi pengadaan materi,pemerintah sering mengabaikan sisi penggunaan materi, membelanjakan pendapatan bagi orang miskin sama sulitnya dengan memperoleh pendapatan. Orang miskin suka meniru perilaku orang orang yang tidak miskin disekitar mereka sehingga pendapatan yang diperoleh sering habis diaset yang tid produktif seperti parabola,handphone, pengeluaran destruktif seperti alkohol,bahkan pesta pora.

Artinya keberadaan penduduk yang bukan miskin memengaruhi keberhasilan pengentasan kemiskinan, peran mereka sangat signifikan karena mereka tidak hidup disuatu komunitas yang terpisah dari penduduk nonmiskin, disuatu komunitas termiskin sekalipun selalu ada sekelompok penduduk kurang miskin yang menduduki posisi-posisi kuncu dalam pengambilan keputusan.

Kelempok ini memiliki persoalan ”kemiskinan” yang tidak kalah penting, seperti praktik ijon, perilaku eksploitatif, bahkan pemerasan terhadap penduduk yang miskin. Mereka membangun image bahwa merekalah yang akan menyelamatkan orang miskin, bahwa mereka membuat hidup orang miskin menjadi utuh, kemiskinan kelompok ini lahir ketika mereka kehilangan identitas yang membuat mereka tidak mengerti panggilan mereka sesungguhnya.

     Akar persoalan kemiskinan adalah realisasi yang rusak sebagai akibat dari cara pandang identitas dan panggilan yang salah.penduduk miskin cenderung menyerahkan nasib dan tidak percaya diri,mereka menolak identitas mereka yang sesungguhnya. Jelas, pengentasan kemiskinan tidak cukup bila kemiskinan hanya dilihat sebagai ketiadaan materi semata, kemiskinan adalah persoalaan relasional yang harus diperangi melalui pemulihan identitas dan penemuan panggilan hidup yang sebenarnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar