Senin, 21 Maret 2011

KIAT MENEMBUS PTN

KIAT MENEMBUS PTN
 
Pada tahun 1984 dikenal istilah SIPENMARU (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Beberapa tahun kemudian SIPENMARU berubah menjadi UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Setelah itu,  tamatan SMU yang ingin melanjutkan ke PTN (Perguruan Tinggi Negeri) mengikuti SPMB (Seleksi Perimaan Mahasiswa Baru). Khusus untuk masuk UGM, tahun ini lulusan SMU bisa mengikuti UM (Ujian Masuk) dan SPMB. SIPENMARU, UMPTN, SPMB, dan UM bertujuan menjaring lulusan SMU yang berkualitas. Berkaitan dengan itu, pertanyaan berikut dapat diajukan.
            Benarkah lulusan SMU yang lulus ke PTN hanya yang berkualitas? Apakah standar kualitas yang dimaksud? Dapatkah peserta ujian mengecek kualitas dirinya secara dini? Adakah cara yang dapat dipakai oleh peserta tes untuk memprediksi kans keberhasilannya? Apakah yang sebaiknya dimiliki peserta tes agar mampu bersaing?
 
Satu hal yang harus dicatat oleh lulusan SMU adalah makin ketatnya persaingan untuk memasuki PTN. Ketatnya persaingan itu diakibatkan oleh banyaknya jumlah lulusan/peminat (mencapai ratusan ribu) dan relatif tetapnya daya tampung PTN (hanya puluhan ribu). Oleh karena itu, seleksi masuk PTN memiliki nilai prestisius. Artinya, lulus ujian PTN, apalagi PTN terkenal, merupakan prestasi yang membanggakan. Bahkan,  kadang ada yang secara ekstrem menganggap lulus ujian PTN sebagai awal langkah sukses dalam menapaki salah satu "proses kehidupan" akademik dan karier.
            Tingkat persaingan di atas harus dipahami oleh peserta ujian. Tidak dapat disangkal bahwa sampai saat ini--meskipun PTS bermutu semakin banyak jumlahnya--secara umum PTN tetap menjadi pilihan utama sebagian besar lulusan SLTA, khususnya  jika dikaitkan dengan pertimbangan kualitas dan biaya. Oleh karena itu, agar dapat "melenggang" ke PTN pilihan, seyogyanya tamatan SMU menyiapkan kiat supaya mampu meraih peluang yang memang demikian sulit diperoleh atau diciptakan.
            Ada  kiat  yang dapat diterapkan untuk menembus PTN. Kiat itu dikaitkan dengan pertimbangan minat/bakat dan kemampuan peserta, kualitas sekolah, dan nilai pilihan (jurusan/fakultas dan PT).  Rumus sederhana yang paling mudah diaplikasikan adalah dengan membandingkan antara jumlah N1 (Nilai Kemampuan Peserta + Nilai Prestasi Sekolah = NKP + NPS) dengan jumlah N2 (Nilai Jurusan + Nilai PTN = NJ + NPTN).
Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Peserta ujian yang memiliki minat besar terhadap bidang politik, misalnya, akan pas jika memilih salah satu jurusan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
            Bakat adalah dasar kepandaian, sifat atau pembawaan seseorang yang dimiliki sejak lahir. Banyak siswa SMU yang sejak awal sudah menunjukkan bakat tertentu. Oleh karena itu, sebaiknya peserta ujian mempertimbangkan minat dan bakat yang dimilikinya. Minat yang bersinergi dengan bakat akan merupakan perpaduan yang elegan untuk sebuah pencapaian keinginan.
Namun, pada era seperti sekarang ini sebaiknya minat atau bakat itu juga diselaraskan dengan prospek dan orientasi pasar kerja. Tidak jarang pula semua itu harus direlevankan dengan biaya, kemampuan orang tua, masa studi, dan lain-lainnya. Tentu sangat baik jika sebelum menentukan pilihan peserta ujian memiliki proyeksi tentang kebutuhan tenaga kerja pada saat ia lulus PTN. Pendeknya, minat dan bakat itu harus dilihat secara realistis dengan melihat kenyataan kini dan masa depan secara komprehensif.
            Sangat baik pula jika ketika menentukan suatu pilihan, peserta ujian telah memiliki "bayangan" tentang apa yang dapat diperoleh dari studi pilihannya itu, dan dapat diarahkan ke mana bekal yang dimilikinya setelah lulus tersebut. Bahkan, kadang-kadang lulusan PTN masih harus memikirkan bekal “plus” agar daya saingnya meningkat. Penguasaan bahasa asing dan komputer, misalnya,  merupakan salah satu nilai “plus” yang wajib dimiliki.
Kans lulus tidaknya peserta ujian dapat diprediksi dengan memperbandingkan antara N1 dengan N2. Penjelasan rincinya adalah sebagai berikut. Nilai Kemampuan Peserta (NKP) ujian dapat dihitung dengan melihat prestasi di kelasnya. Sebagai patokan dapat digunakan klasifikasi sederhana ini. Siswa yang menempati ranking 1 s.d. 5 mempunyai NKP = 1; 6 s.d. 10 NKP = 2; 11 s.d. 15 NKP = 3; dan seterusnya.
            Sementara itu, Nilai Prestasi Sekolah (NPS) peserta ujian dapat dikalkulasi dengan melihat jumlah alumnus yang diterima di PTN. Jika jumlahnya antara 75--100% NPS = 1, jika 50--75% NPS = 2, bila 25--50% NPS = 3; dan seterusnya.
            Berdasarkan rumus sederhana di atas, siswa yang menempati ranking 2 di kelas dari sebuah sekolah yang alumnusnya 80% diterima di PTN memiliki N1 = 2 (NKP = 1 + NPS = 1); siswa ranking 14 dari sekolah yang alumnusnya 30% diterima di PTN memiliki N1 = 6 (NKP = 3 + NPS = 3). Jadi, jelas di sini bahwa jumlah N1 siswa  yang sama-sama menempati ranking 1 di kelas dapat sangat berbeda jika keduanya berasal dari sekolah yang kualitasnya berlainan.
Nilai Jurusan (NJ) dan Nilai PTN (NPTN) dihitung dengan mempertimbangkan tingkat kefavoritan jurusan dan PTN tempat jurusan itu berada. Hal ini harus diperhatikan karena makin favorit suatu jurusan, makin tinggi pula tingkat persaingan untuk memasukinya. Nilai kefavoritan jurusan ini berbeda-beda untuk setiap PTN. Artinya, sebuah jurusan yang sangat favorit di suatu PTN belum tentu memiliki nilai kefavoritan yang sama di PTN lain. Meskipun demikian, secara umum, berdasarkan survei dan data jumlah peminat, kriteria berikut dapat dipakai sebagai patokan.
            Untuk kelompok IPA rankingisasinya adalah sebagai berikut. Jurusan atau Fakultas Kedokteran Umum/Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Ilmu Komputer, dan jurusan-jurusan di Fakultas Teknik umumnya berada di ranking 1; Teknologi Pertanian, Kehutanan, dan MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) di ranking 2; Kedokteran Gigi, Biologi, dan Pertanian/Perikanan di ranking 3; kemudian sisanya seperti Geografi, Kedokteran Hewan (KH), dan Peternakan di ranking 4.
            Sementara itu, untuk kelompok IPS ranking 1 ditempati Psikologi, Hubungan Internasional, Akuntansi, dan Sastra Inggris; ranking 2 diisi oleh Hukum, Administrasi Negara, Manajemen, Antropologi, dan Sastra Asing (Prancis, Jepang); ranking 3 meliputi Sosiologi, Sosiatri, Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Arkeologi, Sejarah, dan Sastra Asing (Jerman/Cina); ranking 4 mencakup Sastra Asia Barat, Sastra Daerah, dan Filsafat.
            Rankingisasi Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia dikaitkan dengan "kebesaran", usia, serta "status”-nya sebagai PTN nasional, regional, dan lokal. Yang menempati ranking 1 adalah PTN nasional, terkenal, tua, dan besar. Dalam kelompok ini terdapat PTN yang dahulu tergabung dalam SKALU (Sistem Koordinasi Antar-Lima Universitas), yakni UI, UGM, ITB, IPB, dan UNAIR.
            Ranking 2 ditempati PTN regional yang cukup terkenal seperti UNDIP, UNPAD, USU, UNIBRAW, dan UNUD. Sementara PTN semiregional seperti Universitas Negeri Surakarta (UNS), UNAND (Padang), dan UNEJ Jember berada di urutan 3. Yang bernilai 4 adalah PTN lokal seperti Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto, serta PTN lain di luar Jawa dan beberapa universitas leburan dari IKIP Negeri.
            Dengan melihat rankingisasi jurusan dan PTN di atas dapat ditemukan jumlah N2 atau nilai pilihan seorang peserta ujian. Sebagai contoh, jika seorang peserta memilih Jurusan Teknik Elektro di UI, N2 =  2 (NJ T. Elektro = 1 + NPTN UI = 1). Peserta yang memilih FKG UGM memiliki N2 = 4 (NJ KG = 3 + NPTN UGM = 1). Peserta yang memilih Sastra Inggris di UNS memiliki N2 = 4 (NJ S. Inggris = 1 + NPTN UNS = 3), dan seterusnya. 
Apa Yang Sebenarnya Diperlukan?
            Perlukah mengikuti bimbingan tes? Jawabannya bisa perlu bisa tidak. Perlu karena di bimbingan tes siswa dapat belajar secara pasif (mendengarkan dan melihat saja, bandingkan dengan belajar sendiri yang menuntut aktivitas dan konsentrasi), dapat mengenali calon saingannya (siswa bimbingan biasanya berasal dari berbagai sekolah), dapat melatih kecepatan dan kebiasaan mengerjakan soal (oleh tentor biasanya diberi trik-trik menjawab soal secara cepat, dengan soal-soal ujian sebelumnya sebagai model atau contoh), dan dapat segera mendapatkan solusi jika ada permasalahan (bertanya kepada tentor). Namun, bimbingan tes tidak menjadi keharusan untuk siswa yang aktif belajar dan memiliki kemandirian serta kepercayaan diri.
            Yang sebenarnya diperlukan oleh peserta ujian tentu saja tidak hanya  N1 yang bagus dan perbandingan N1 dan N2 yang tepat. Ia juga harus memiliki kesiapan lain. Untuk dapat mengerjakan soal secara tepat dan cepat, yang diperlukan peserta ujian bukan hanya kecerdasan atau kepandaian, melainkan juga kesiapan mental dan psikologis, ketenangan dan kematangan emosional, serta kemampuan mengalokasikan waktu dan pikiran untuk "membereskan" semua soal secara maksimal.
            Tentu saja peserta juga tidak boleh hanya menghitung-hitung kans tanpa membekali diri untuk menghadapi ujian. Tidak boleh dilupakan pula bahwa kadang-kadang faktor nasib pun ikut berperan. Untuk itu, sebaiknya peserta ujian  mempersiapkan diri secara baik, menentukan pilihan secara tepat, dan selalu berdoa serta mendekatkan diri kepada Yang Maha Memberi agar nasib baik berpihak kepadanya.
            Lulus ujian masuk PTN memang bukan satu-satunya tolok ukur kualitas lulusan SMU. Akan tetapi, tidak dapat diingkari bahwa kelulusan itu merupakan sesuatu yang membanggakan: diri sendiri, orang tua dan keluarga, juga sekolah atau almamater. Bagaimana kalau tidak lulus? Jangan mencari kambing hitam, apalagi “menghitamkan” kambing orang lain. Lihat teman yang sukses, pelajari mengapa ia sukses, kemudian jangan sungkan-sungkan untuk menandingi dan bahkan mengalahkannya. MENCOBA adalah UKURAN KEBERANIAN SESEORANG. Jika belum pernah mencoba, sebaiknya  Anda tidak berprasangka (apalagi terhadap diri sendiri) bahwa Anda tidak mampu, tidak bisa, atau tidak akan sukses. Jika imbauan ini cukup menggoda, selanjutnya terserah Anda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar